Rabu, 05 Februari 2020

asal warna pink



Merah muda atau yang biasa disebut dengan warna pink, biasanya identik dengan fesyen, produk kecantikan, dan hal-hal lain seputar wanita. Keberadaan warna pink yang ada saat ini, biasanya memiliki shades yang berbeda-beda tiap jenisnya. Namun, kita sebagai orang awam, suka menyamaratakan semua warna pink. Padahal, sebenarnya berbeda loh!
Warna yang sering kita sebut dengan pink muda atau pink gelap, nyatanya memiliki namanya masing-masing. Nah, sebelum mengenal berbagai variasi warna pink, ada baiknya kita cari tahu dulu hal-hal seputar warna pink. Apa saja sih? Berikut ulasannya
 pink dihasilkan dari pigmen warna magenta. Dicampurkan dengan komposisi tertentu dan akurat sehingga menghasilkan warna tepat seperti yang diinginkan. Oleh karena itu, pink bukan lagi warna primer.
Pink selalu identik dengan wanita dan feminim. Hal itu, menjadi tradisi umum di dunia selama bertahun-tahun bahkan hingga kini. Namun, tahukah kalian kalau sebenarnya warna pink, dulunya bukan dikhususkan untuk wanita, melainkan laki laki.
Dikutip dari tirto.id  pink sebagai warna maskulin karena warna tersebut sangat tegas dan keras sehingga cocok dengan jiwa pria. Hal tersebut juga diperkuat dengan teori warna yang dikemukakan oleh arsitek bernama Leon Battista Alberti melalui tulisannya “De Pictura”.
Beberapa fakta lain menyebutkan pada tahun 1927, majalah Time mencetak grafik bahwa toko-toko pakaian anak terbesar di Amerika menyarankan untuk memakaikan pakaian pink untuk anak laki-laki dan biru untuk anak perempuan. Lantas, mengapa justru biru dijadikan warna perempuan? Karena awal abad ke-19 terdapat 3 warna yang mewakili kasta sosial, yaitu emas mewakili kebangsaan, merah orang bebas, dan biru mewakili para budak. Karena budak kebanyakan adalah wanita, maka biru pun melekat sebagai warna yang feminin. Fakta tersebut didasarkan pada tulisan Jhon Gage berjudul Color in Western Art: An Issue.
Lantas, pink mulai identik dengan unsur feminim, diawali dengan munculnya gerakan pembebasan perempuan di pertengahan tahun 1960-an. Profesor Jo B. Paoletti melalui bukunya mengatakan saat itu sedang gencar-gencarnya perempuan menuntut kesetaraan gender. Salah satu media yang paling ampuh untuk melakukan kritik adalah dunia fesyen.

Dikutip dari tirto.id  dalam penemuan Paoletti, sebagaimana dilansir dari smithsonianmag.com, disebutkan bahwa pada 1970, katalog Sears Roebuck selama dua tahun menampilkan pakaian wanita berwarna pink yang divariasi dengan renda-renda. Tren fesyen seperti ini kemudian berkembang hingga tahun 1980-an di mana banyak bayi perempuan dipakaikan baju dan pernak-pernik warna pink. Dari situlah, muncul stigma bahwa pink adalah warna yang dikhususkan untuk wanita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar